Kamis, 16 Juni 2016

Masalah Ancaman Nasional



      Pengertian Perkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997). Pendapat ini senada dengan definisi perkosaan menurut Rifka Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang disebut dengan perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan benda adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan (Idrus, 1999). Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar negara memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban. Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban. Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik maupun secara mental. Beberapa negara menambahkan adanya pemaksaan hubungan seksual secara anal dan oral ke dalam definisi perkosaan, bahkan beberapa negara telah menggunakan bahasa yang sensitif gender guna memperluas penerapan hukum perkosaan. Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa:
barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan Black’s Law Dictionary (dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga bentuk:
1.      Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.
2.      Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.
3.      Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya. Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban perkosaan adalah perempuan. Secara umum memang perempuan yang banyak menjadi korban perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun tidak menghendaki hal tersebut. Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki tidak dapat menjadi korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang diterima oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992). Akan tetapi pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban perkosaan baik secara oral maupun anal.
      Macam-macam pemerkosaan
1.      Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.
2.      Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3.      Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6 wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita
4.      Pemerkosaan massal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.
5.      Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
6.      Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.
7.      Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8.      Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
      Faktor-faktor terjadinya pemerkosaan
Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan pemerkosaan  adalah sebagai berikut :
1.      Faktor intern yaitu:
a.       Keluarga,
b.      Ekonomi keluarga,
c.       Tingkat pendidikan,
d.      Agama/moral,
2.      Faktor ekstern,meliputi :
a.       lingkungan sosial,
b.      perkembangan ipteks,
c.       kesempatan,
      Dampak Sosial
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh korban antara lain:
1.      kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal;
2.      korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);
3.      kehamilan tidak dikehendaki.

Upaya Penanggulangan Pemerkosaan
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah pemerkosaan  adalah sebagai berikut :
a.       Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta membrantas peredaran VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
b.      Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan moral baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat, secara langsung dan melalui mass media
c.       Pemerintah , LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu khususnya bagi korban, pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan rumah aman.
d.      Menanamkan sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama masing-masing.
e.       Memberikan perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia (SDM) perempuan melalui sektor penididikan, sehingga mereka memiliki ketahanan diri, mandiri dan mampu mengatasi setiap persoalan kehidupan.
f.       Masyarakat bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol dan membendung maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media massa
g.      Pemerintah, Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM, Penegak Hukum, Legislatif dan lainnya, memberikan pemahaman dan sadar hukum, khususnya yang berhubungan dengan tindak asusila kepada semua lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku