Pengertian
Perkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari
bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau
membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering dilakukan
untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan
nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan
cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam
Prasetyo, 1997). Pendapat ini senada dengan definisi perkosaan menurut Rifka
Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang disebut dengan perkosaan adalah segala
bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan,
akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin.
Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan benda
adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan
(Idrus, 1999). Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar
negara memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan
menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban.
Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban.
Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan
kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik
maupun secara mental. Beberapa negara menambahkan adanya pemaksaan hubungan
seksual secara anal dan oral ke dalam definisi perkosaan, bahkan beberapa
negara telah menggunakan bahasa yang sensitif gender guna memperluas penerapan
hukum perkosaan. Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa:
“barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun”.
Berdasarkan unsur-unsur yang
terkandung dalam definisi perkosaan Black’s Law Dictionary (dalam
Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan dapat diartikan
ke dalam tiga bentuk:
1. Perkosaan
adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa persetujuannya.
Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin yang
dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.
2. Perkosaan
adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang
dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita yang
bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu
meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita,
dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.
3. Perkosaan
adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap
seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita
tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya. Definisi hampir sama
dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa
korban perkosaan adalah perempuan. Secara umum memang perempuan yang banyak
menjadi korban perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual
meskipun tidak menghendaki hal tersebut. Apabila mengacu pada KUHP, maka laki-
laki tidak dapat menjadi korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat
melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang diterima
oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992). Akan tetapi
pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban perkosaan baik secara
oral maupun anal.
Macam-macam
pemerkosaan
1. Pemerkosaan
saat berkencan
Pemerkosaan
saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara
orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga,
atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.
2. Pemerkosaan
dengan obat
Banyak
obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya tidak sadar atau
kehilangan ingatan.
3. Pemerkosaan
wanita
Walaupun
jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6
wanita di AS adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut
dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan.
Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat seksualnya
melihat tubuh wanita
4. Pemerkosaan
massal
Pemerkosaan
massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10% sampai
20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara,
pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.
5. Pemerkosaan
terhadap laki-laki
Diperkirakan
1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini
tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki
yang dapat dituduh memperkosa.
6. Pemerkosaan
anak-anak
Jenis
pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan oleh kerabat
dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta
orang dewasa di AS, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan
seksual saat masih anak-anak.
7. Pemerkosaan
dalam perang
Dalam
perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan menurunkan
semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara
sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa
orang sipil.
8. Pemerkosaan
oleh suami/istri
Pemerkosaan
ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini dianggap
tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks
kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk
berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan
suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits
nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang berhubungan
seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
Faktor-faktor
terjadinya pemerkosaan
Berikut faktor-faktor terjadinya permasalahan
pemerkosaan adalah sebagai berikut :
1. Faktor
intern yaitu:
a.
Keluarga,
b. Ekonomi
keluarga,
c.
Tingkat
pendidikan,
d. Agama/moral,
2. Faktor
ekstern,meliputi :
a.
lingkungan
sosial,
b. perkembangan
ipteks,
c.
kesempatan,
Dampak
Sosial
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat
serius baik secara fisik maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang
dapat dialami oleh korban antara lain:
1. kerusakan
organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal;
2. korban
sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS);
3. kehamilan
tidak dikehendaki.
Upaya Penanggulangan Pemerkosaan
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi
masalah pemerkosaan adalah sebagai berikut :
a.
Melakukan
razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta membrantas peredaran
VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
b. Melakukan
pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan moral baik bagi pelaku,
korban maupun masyarakat, secara langsung dan melalui mass media
c.
Pemerintah ,
LSM, masyarakat pers, memberikan pelayanan terpadu khususnya bagi korban,
pelaku maupun saksi serta mengoptimalkan rumah aman.
d. Menanamkan
sikap dan perilaku kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat yang sesuai
dengan nilai-nilai moral, budaya, adat istiadat dan ajaran agama masing-masing.
e.
Memberikan
perhatian khusus bagi peningkatan sumber daya manusia (SDM) perempuan melalui
sektor penididikan, sehingga mereka memiliki ketahanan diri, mandiri dan mampu
mengatasi setiap persoalan kehidupan.
f.
Masyarakat
bersama pihak terkait lainnya harus pula melakukan kontrol dan membendung
maraknya pornografi dan pornoaksi melalui media massa
g. Pemerintah,
Organisasi Kewanitaan, Organisasi Kepemudaan, LSM, Penegak Hukum, Legislatif
dan lainnya, memberikan pemahaman dan sadar hukum, khususnya yang berhubungan
dengan tindak asusila kepada semua lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti
dengan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar